OGEL
Banyak yang berpendapat bahwa asal dari kata ugal-igel, gual-geol, yaitu gerakan-gerakan anggota badan yang lucu, agar penonton menjadi gembira, penuh gelak tawa. Perkiraan ini bertitik tolak dari cara pementasan tradisi lokasi.
Instrumen yang digunakannya adalah:
- 4 buah Dog-Dog: Tilingtit (dogdog terkecil), Panempas (dogdog kecil), Jongjrong (dogdog besar), Bangbrang (dogdog terbesar), berfungsi sebagi melodi ritmik dan metrik
- Satu buah Tarompet
- Angklung sebagai acompagnement
Pukulan dari keempat dogdog membentuk motif-motif sebagai berikut:
NGALEUNGGEUH: motif pukulan sebagai isyarat bahwa pertunjukan akan segera dimulai
NGARAJAH: mengiringi
LONTANG
Sandiwara rakyat sederhana dengan arena berpindah-pindah tempat (berkeliling). Wilayah arena dibatasi oleh lingkaran. Di tengah-tengah lingkaran terdapat sebuah lampu oncor (obor), pada sebuah tiang bambu sebagai alat penerang sederhana. Cerita yang dibawakan adalah ceritra-ceritera rakyat bentuk humor.
Instrumen yang digunakan: Sebuah kendang dan 2 buah kulanter, Rebab, Dua buah Saron, Ketuk, Kempul dan Goong.
Perkembangan dari Lontang adalah LONGSER, dimana iringan menggunakan gamelan yang sedikit lengkap seperti adanya waditra Bonang dan Demung serta adanya Juru Kawih. Sejenis Longser ini di daerah Jakarta dan sekitarnya ada jenis kesenian LENONG. Perbedaanya terletak pada penggunaan bahasa dan dialeknya, serta tatabusana, serta ada waditra TEHIAN, sejenis Rebab
BANYET
Semacam Longser di Cikampek dan Karawang, yang menggunakan waditra iringan: Tehian, Kendang dan Kulanter, Keromong/Ketuk, Kecrek.
Lagu-lagu yang dipergelarkan antara lain:
- Tatalu mempergunakan bentuk lagu Arang arang, Sulanjana.
-Gonjingan
- Topengan memakai lagu Lambang Sari
- Rewel mempergunakan lagu Rewel
- Keluar Topeng dengan lagu Gandes, Enjot-enjotan, Persi, Balo-balo, Oncom Lele
- Tari-tarian dengan bentuk lagu Sawilet.
- Lakon mempergunakan lagu-lagu Sawilet
- Ngajantuk dengan lagu-lagu sawilet
lagu pembukaaan/Kidung sebagai kata pengantar dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selamat dalam menjalankan tugas.
KEMPRINGAN: mengiringi sekar
DENGDENGTUNG: Motif pukulan untuk mengiringi gerak dan langkah-langkah sebagai berikut: Dua langkah maju, selangkah mundur, mempunyai maksud bahwa setiap pekerjaan harus mencontoh kepada pengalaman yang lalu, merencanakan proses yang akan datang agar hasil baik kwalitas maupun kwantitas merupakan kelipatan dari yang telah dikerjakan.
TABEUH JALAN: Pengiring di mana para pemain sedang berjalan atau berkeliling.
TABEUH SALIWAT: Motif pukulan perlihan menuju atraksi-atraksi humor/bobodoran
NGABENDRONG: motif pukulan bubaran, memberi isyarat bahwa pertunjukan telah selesai.
Perkembangan selanjutnya dari Ogel adalah REOG, yaitu dengan adanya waditra tambahan seperti: dua buah saron barung sebagai rangka lagu, Rebab sebagai pembawa melodi, Kendang dan kulanter untuk pengatur irama dan pendukung gerak, kempul dan goong untuk pemangku irama/anggeran wiletan dalam menjaga agar tempo ajeg.
LONTANG
Sandiwara rakyat sederhana dengan arena berpindah-pindah tempat (berkeliling). Wilayah arena dibatasi oleh lingkaran. Di tengah-tengah lingkaran terdapat sebuah lampu oncor (obor), pada sebuah tiang bambu sebagai alat penerang sederhana. Cerita yang dibawakan adalah ceritra-ceritera rakyat bentuk humor.
Instrumen yang digunakan: Sebuah kendang dan 2 buah kulanter, Rebab, Dua buah Saron, Ketuk, Kempul dan Goong.
Perkembangan dari Lontang adalah LONGSER, dimana iringan menggunakan gamelan yang sedikit lengkap seperti adanya waditra Bonang dan Demung serta adanya Juru Kawih. Sejenis Longser ini di daerah Jakarta dan sekitarnya ada jenis kesenian LENONG. Perbedaanya terletak pada penggunaan bahasa dan dialeknya, serta tatabusana, serta ada waditra TEHIAN, sejenis Rebab
BANYET
Semacam Longser di Cikampek dan Karawang, yang menggunakan waditra iringan: Tehian, Kendang dan Kulanter, Keromong/Ketuk, Kecrek.
Lagu-lagu yang dipergelarkan antara lain:
- Tatalu mempergunakan bentuk lagu Arang arang, Sulanjana.
-Gonjingan
- Topengan memakai lagu Lambang Sari
- Rewel mempergunakan lagu Rewel
- Keluar Topeng dengan lagu Gandes, Enjot-enjotan, Persi, Balo-balo, Oncom Lele
- Tari-tarian dengan bentuk lagu Sawilet.
- Lakon mempergunakan lagu-lagu Sawilet
- Ngajantuk dengan lagu-lagu sawilet
RONGGENG GUNUNG
Ronggeng gunung merupakan sandiwara rakyat yang menceritakan kisah puteri Raja haur Kuning dari Pangandaran yang sedang menderita karena ditinggalkan ayahnya gugur di medan perang dan kekasihnya ada yang membunuh. Kisah tersebut diakhiri dengan pertemuan antara dia dengan Prabu Sawung Galing kemudian dijadikan prameswari. Untuk mengenang kisah tersebut dia membuat jenis kesenian yang disebut Ronggeng Gunung
Lagu-lagu dalam kesenian itu diberi nama sesuai dengan peristiwa-peristiwa, diantaranya:
- Kuduk Turi: menggambarkan tangisan sang putri ketika mendapatkan kekasihnya telah menjadi mayat yang membusuk
- Tunggul Kawung: melukiskan sang puteri beserta pengikutnya sedang menebang pohon kawung untuk dijadikan ladang/huma
- Sasagaran: menggambarkan pertarungan atau mengadu kekuatan antara para pengikut puteri, di mana yang menang menjadi pengikut mutlak
Banyak sandiwara-sandiwara rakyat yang semotif, di antaranya: UBRUG, DUL MULUK, WAYANG SENGGOL,
BELENTUK NGAPUNG
Arti daripada Belentuk Ngapung adalah Ronggeng (belentuk) yang menari-nari (ngapung) di pentas. Dan mungkin berasal dari bunyi gamelan pengiring (belentuk adalah katak yang cembung dan berbunyi "tuk-ngak") mirip suara katak tersebut, yang disebabkan oleh alat bunyi-bunyian tiga buah ketuk, yang berbunyi di udara (ngapung). Jenis kesenian ini terdapat di daerah Purwadadi, Sukamandi dan Pabuaran. Yang merupakan suatu hiburan bagi masyarakat setempat.
Di daerah lain seperti di Sumedang jenis kesenian ini disebut Telembuk Ngapung. Kata ini berasal dari: Telembuk berarti wanita tuna susila, ngampung artinya berkeliling ke kampung-kampung. Hal ini sesuai dengan sifat-sifat dari pertunjukan kesenian tersebut seperti dapat diplihat dalam pertunjukannya pada waktu itu, yaitu:
Pertunjukan dipimpin oleh seorang "Lurah Kongsi", apabila si penonton menginginkan si penari (Ronggeng/Belentuk), harus memberi isarat kepada Lurah Kongsi. Sehabis pertunjukan selesai boleh dibawa sekehendak hati sengan imbalan tertentu, sedangkan ketika sedang pertunjukan ronggeng-ronggek mendapat upah yang disebut masak atau banceran dalam istilah lain
KETUK TILU
Nama jenis tari ini dipinjam dari salah satu alat pengiringnya, yaitu tiga buah ketuk (penclon bonang) sebagai pemberi pola-pola irama yang diragami (ornamented), di antara alat-alat tabuahan lainnya seperti Rebab yang memainkan lagu, Kendang Indung (besar) dan Kulanter (kendang kecil) yang mempertunjukkan irama serta dinamik tarian/gerak yang didampingi oleh Kecrek sebagai pengisi irama dan Gong pemberi batas-batas kalimat lagu.
suatu pertunjukkan Ketuk Tilu sesungguhnya dibagi dalam bagian utama yaitu pertunjukan dan tari bersama dimana para penonton bisa secara bebas ikut serta. Suatu pertunjukkan Ketuk Tilu yang masih utuh dimulai dengan TATALU, yaitu pertunjukan tabuhan untuk menghimpun para penonton. Menyusullah bagian yang disebut Jajangkungan di mana para Ronggeng dari rombongan itu tampil memperkenalkan diri dengan berjalan di arena tempat terbuka yang diterangi dengan Oncor (lampu minyak bersumbu tiga di atas tiang) di tengah arena. Sekelilingnya para penonton, yang terdepan jongkok dan di belakangnya berdiri
Berjalan serta gerakan tarian pada bagian Jajangkungan ini, diantaranya disebut Kumpay atau Soloyong, Mincid biasa dan Mincid ajrag (cepat), sedang yang disebut Jajangkungan itu adalah gerak berdiri mengangkat tumit yang bertepatan dengan gong menjatuhkan kembali seluruh badan atau berdiri normal kembali
Di daerah Utara seperti Karawang ada permainan yang disebut Ketuk Tilu Topeng, yang alat tabuhannya sama, tapi ada sedikit perbedaan dalam urutan pelaksanaannya. Tatalunya dimulai dengan lagu Arang-arangan. Mungkin sama dengan lagu Erang di daerah Bandung. Arang-arangan tersebut hanya gendingan disambung oleh lagu Gonjingan, diikuti oleh penyanyi yang disebut Ibu Topeng walaupun tidak memakai kedok/topeng. Gonjingan diteruskan lagu Sulanjana. Hampir sama dengan bagian berikutnya yang terdapat di daerah Priangan yang disebut Wawayangan>
Untuk beralih kepada bagian yang disebut Wawayangan, tabuhan akan berpindah lagu dengan apa yang dinamakan "disorongkan", di mana lagu sebelumnya pada Jajangkungan diakhiri kemudian diganti dengan lagu lain. Sulanjana yang mengiringi suasana tarian yang lembut dan lambat. Nampaknya tarian pada wawayangan ini telah mempunyai bentuk tertentu yang sejalan dengan watak leyepan pada tarian Wayang. Dimulai dengan Adeg-adeg, Bukaan Lontangi gerak perantara Galeong setelah sekian kali Adeg-adegi diulang beralihlah pada Jangkung Ilo. Beruntun menyambung gerakan-gerakan Gedig, Mincid, dan seterusnya hampir sama dengan susunan Ibing Wayang dan Ibing Keurseu gaya Leyepan.
Mungkin istilah Wawayangan itu digunakan karena memang tariannya telah terbentuk seperti Tari Wayang. Pada bagian ini pula, para Ronggeng bersahut-sahutan menyanyi melengkapi suasana tabuhan yang terdengar. Bagian ini merupakan kesempatan bagi para Ronggeng sebagai perempuan, sebagai penari dan sebagai penyanyi, memperlihatkan keterampilannya. Dan bagi para penonton merupakan kesempatan pula untuk mengamati siapa diantara Ronggeng itu yang akan menjadi pilihannya utuk dijadikan pasangan menari bila bagiannya telah tiba.
Yang pertama menyanyi adalah Ronggeng Lulugu kemudian disambung oleh Ronggeng Pangbarep dan menyusul yang lainnyaDi Karawang yang menyanyi itu disebut Topeng, yaitu Ronggeng pula tapi tak berkedok/topeng, menggunakan tutup kepala seperti topi berhias buga-bungaan dan baju kutung yang ditempeli hiasan bergemerlapan. Sambil menari iapun menyanyi sambil menutup mulutnya dengan kipas. Rumpaka yang digunakan bahasa campuran, ada bahasa daerah setempat atau bahasa melayu.
Di daerah Priangan, setelah Wawayangan disambung dengan nyanyian Kidung. Para Ronggeng berjejer menghadap Panjak (para Nayaga/penabuh gamelan), sedang pimpinan Panjak pada waktu yang bersamaan mulai membakar kemenyan sambil mengucapkan jampi-jampi di depan sesajen. Kiranya pada kesempatan ini dia meminta restu agar pertunjukannya berhasil baik.
Sesudah lagu Kidung, dilanjutkan ke acara tari bersama, didahului oleh para Ronggeng pada lagu Erang. Pada saat inilah para penonton boleh menari bersama Ronggeng-ronggeng. Bagi para penonton yang menari diwajibkan membayar, istilahnya "Masak"
Beberapa nama tarian seperti Cikeruhan, mengambil dasar gerak-gerak Penca Silat, tap[i menari ketuk tilu bukan penca, sehingga beberapa gerak pada penca tidak digunakan pada ibing ketuk tilu, seperti gerak kejet, centok, sepak tumbuk dan lain-lain Begitu pula gerak-gerak ketuk Tilu yang khas tidak bisa ditarikan pada ibi penca silat.
Nama-nama gerak yang khas pada ketuk tilu : Sorongan, depok, Ban Karet, Lengkah Opat, Oray-orayan, Balik Bandung, Torondol, Angin-anginan, Bajing Luncat, Lengkah Tilu, cantel, Sontek, dan lain-lain
Sedangkan nama-nama lagu yang menjadi perbendaharaan lagu-lagu pada ketuk tilu antara lain: Kaji-kaji, Polos, Goletrak, Berenuk Mundur, Tunggul Kawung, Sorong Dayung, Geseh, Awi Ngarambat, Bangket, Ombak banyu, Gaya, Gondrong, Daringding, Songler, Geboy, Sonteng, Prangpang Tarik, Gerong, dan banyak lagi.
No comments:
Post a Comment